Title : Ano Sora E
Rating : K+.
Genre : General.
Pairing(s) : None.
Warning(s) : Rough draft, belom sempurna.
Disclaimer : I don’t own Prince of Tennis. All right reserved to Konomi Takeshi.
A/N : Cerita seputar penyakit Yukimura dan perasaan Akaya, serta sedikit peran Yanagi. Aku suka cerita yang begini, yang meski dari sudut pandang Akaya, namun sebenarnya yang ingin kutonjolkan adalah persahabatan Yukimura-Yanagi dan rasa percaya di antara mereka. Yanagi terlihat cuek, namun sebenarnya dia memikirkan timnya lebih dari siapapun. Menurutku.
“YUKIMURAAAAA!”
Musim dingin kelas 1, tak lama setelah anak kelas 3
mengundurkan diri.
Ketua klub yang baru, Yukimura-buchou, jatuh.
Saat itu kami baru saja pulang dari latihan - setelah mampir
ke konbini untuk jajan. Baru saja kami tertawa bersama menuruni tangga untuk
masuk peron. Tiba-tiba saja.
Teriakan Sanada-fukubuchou menggema ke penjuru stasiun.
Melihat wajah pucat Yukimura-buchou dan dinginnya tangannya,
akupun ikut berteriak.
Yang lain ikut berkerumun. Yanagi-senpai menelpon ambulans.
Meski kugenggam seerat apapun tangannya, kupanggil sekeras
apapun, Yukimura-buchou menolak untuk membuka matanya.
-
Begitu ambulans datang, kamipun berdesakan masuk ke mobil
ambulans. Tidak ada sepatah katapun terucap; bahkan Niou-senpai yang suka iseng
dan Marui-senpai yang ceria terdiam. Semua mata tertuju pada Yukimura-buchou
yang masih memejamkan mata.
Setibanya di rumah sakit, ia langsung diangkut ke kamar
pasien untuk diperiksa. Kami menunggu di luar penuh harap, agar Yukimura-buchou
baik-baik saja dan hanya sedikit pusing.
Namun semua harapan sirna begitu dokter keluar kamar pasien
dan memberitahu bahwa Yukimura-buchou mengindap penyakit serius yang bahkan
untuk bermain tenis saja sudah tidak mungkin dilakukan. Kalaupun ia menjalani
operasi, kemungkinannya hanya 50%.
Selama ini aku percaya bahwa aku bukan orang yang cengeng,
tapi mungkin sebenarnya begitu – karena dengan mudahnya kuteteskan air mata
begitu mendengar vonis tersebut. Kupukulkan kepalan tanganku ke pintu dan berteriak
mengapa semua ini terjadi. Mengapa Yukimura-buchou.
Bagaimana bisa takdir merebut tenis darinya yang begitu
mencintai permainan ini lebih dari siapapun?
Para senior mencoba menenangkanku. Sanada-fukubuchou
memarahiku dengan nada keras. Tapi semua itu terlihat sia-sia karena wajah
mereka bahkan terlihat lebih murung dariku. Fukubuchou juga terlihat menahan
air matanya. Semua memiliki perasaan yang sama.
Beberapa waktu kemudian buchou tersadar. Kami diperbolehkan
masuk setelah dokter berbicara mengenai kondisinya. Saat kami masuk, buchou
masih dengan senyumnya, hanya saja dengan air muka sedih. Ia menyuruh kami
untuk tidak usah memikirkannya, lebih baik kami fokus ke latihan untuk
pertandingan musim panas nanti. Meski tanpanya, bisiknya. Sanada-fukubuchou pun
mengangkat kepalanya. Ia bersumpah untuk terus menang dan membawa medali
kemenangan ke pangkuan Yukimura. Ia berkata dengan nada keras, penuh keyakinan,
serta parau karena tangisan yang tak kuasa ia tahan. Aku mengiyakan sambil
berkata bahwa kita tak akan melanggar janji ini. Janji yang mengikat kami
semua. Kutolehkan pandangan kepada yang lain, merekapun mengangguk.
Yukimura-buchou tersenyum sambil menggenggamkan tangannya.
Janji ya, bisiknya dengan penuh keteguhan hati.
-
Hari-hari berlalu. Kami menjalani latihan keras. Berada di
bawah kepemimpinan Sanada-fukubuchou sangatlah berbeda dibandingan dengan
Yukimura-buchou. Ia tidak mengizinkan kekalahan sedikitpun; jika ada yang
mengalami kekalahan, ia tak ragu untuk melayangkan pukulannya. Memang keras,
namun kami tidak menyalahkannya; karena kami punya janji untuk terus menang
demi Yukimura-buchou.
Sesekali kami menjenguk buchou sehabis latihan; Marui-senpai
dan Jackal-senpai kerap membelikan makanan untuknya. Niou-senpai menunjukkan
sulap agar ia terhibur, terkadang dibantu oleh Yagyuu-senpai (yang sebenarnya
agak lamban). Yanagi-senpai selalu menanyakan kondisinya dan sesekali
menceritakan kejadian-kejadian saat kegiatan klub berlangsung.
Sanada-fukubuchou selalu menemaninya berbicara di sampingnya.
Semuanya terlihat biasa saja, namun jauh di dalam lubuk
hatiku, aku berharap ini segera berakhir. Segeralah lepaskan buchou, agar kami
bisa tertawa bersama di ruang klub, di atas lapangan rumput yang hijau.
Suatu waktu aku pergi menjenguk buchou berdua saja dengan
Yanagi-senpai, strategis kami yang jenius. Awalnya aku tidak suka dengannya
karena ia tak bisa ditebak dan terkesan dingin, namun kenyataannya sekarang
dialah orang yang paling dekat denganku karena dia mempunyai tugas untuk
mengawasi serta memberi arahan padaku. Meski pendiam, ia tidak dingin dan
selalu memikirkan teman satu tim.
Di tengah perjalanan, aku bertanya padanya mengapa
Yukimura-buchou harus mengalami hal seperti ini. Mengapa bukan yang lain saja.
Ia menegurku dan berkata bahwa hal seperti ini tidak seharusnya ditunjukkan
untuk siapapun. Ia juga berkata bahwa takdir menimpakan semua ini pada buchou
tidak tanpa alasan. Aku menatapnya sambil berkata kalau ia terlalu tenang, apa
ia tidak memikirkan buchou sedikitpun? Dipikir-pikir, apa dia meneteskan air
mata saat buchou terjatuh atau divonis tidak bisa main tenis lagi?
Akupun menghentikan langkah dan menatapnya ragu. Iapun ikut
berhenti. Akupun kembali bertanya apakah ia tidak merasa sedih akan apa yang
menimpa buchou. Ia membuka matanya sedikit, lalu membalikkan badan. Dengan
senyum pilu ia berkata tentu saja ia memikirkan Yukimura-buchou, tentu saja ia
meneteskan air mata, dan tentu ia sedih melihat kondisi Yukimura-buchou yang
sekarang. Terus kenapa, tanyaku dengan nada meninggi. Iapun menoleh ke arahku
lagi. Karena aku tak ingin dimarahi Seiichi, ucapnya. Alisku mengernyit. Apa
maksudnya. Iapun menjelaskan bahwa bila ia bersedih, Yukimura-buchou akan
kebingungan, dan itu akan menyulitkannya. Ia tak ingin membuat Yukimura
kebingungan lebih dari ini. Berulang kali air matanya hendak menetes saat
melihat buchou terbaring di kasur rumah sakit, namun semua itu mengering begitu
mengingat bahwa buchou pun sedang berusaha melawan penyakitnya. Ia merasa tak
pantas untuk berhati lemah dan merengek. Sama seperti yang lain, tentu iapun
memikirkan buchou, namun bukan dengan cara meratapi hal yang menimpanya dan
menangisinya. Ia menujukku dan Sanada-fukubuchou yang ekspresif mewakili
perasaannya untuk ditunjukkan pada buchou. Itu saja cukup, ujarnya pelan
menutup ucapan panjang lebarnya.
Kata-katanya memenuhi kepalaku. Aku merasa bahwa apa yang ia
katakan benar. Ia kembali melangkahkan kakinya. Akupun mengikutinya. Kutengadahkan
kepalaku ke langit. Langit begitu biru, awan putih berarakan, dengan deru angin
lembut. Meskipun ada kalanya langit berwarna kehitaman dan merintikkan air hujan
ke bumi, pada akhirnya langit akan kembali terang dengan warna birunya yang
cemerlang.
Senyum terukir di bibirku. Kulewati sosok Yanagi-senpai
sambil berterima kasih dengan suara pelan. Setelah itu akupun berlari dan
mengajaknya untuk berlomba sampai rumah sakit.
Tidak ada waktu untuk merengek.
Jangan berhati lemah.
Karena aku – kami –
punya janji.
Janji yang mengikat persahabatan kami semua.
Untuk menjadi lebih kuat.
Demi Yukimura-buchou.
Demi Rikkaidai.
Demi diriku sendiri.
No comments:
Post a Comment